A. Definisi
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
b. Dermatitis Eksfoliatifa
Dermatitis eksfoliatifa disebut juga eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan eritema seluruh tubuh disertai skuama.
B. Etiologi
a. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic
b. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
c. Dermatitis Eksfoliatifa
Belum diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya keadaan reaktif tersebut. Penyakit yang sering mendasarinya adalah :
1. Penyakit kulit yang mengawali :
1. Psoriasis
2. Dermatitis atopic
3. Dermatitis Seboroik
4. Dermatitis Rubra Pilaris
5. Pityriasis rubra pilaris
6. Dermatitis ikhtiosiformis
7. Pemfigus folenceus
8. Likhen planus
2. Dermatitis kontak
3. Erupsi obat
4. Limfoma, leukemia, keganasan internal
5. Idiopatik
C. Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Dermatitis Eksfoliatifa
Terjadi proses keratinisasi lebih cepat dari waktu normal (28 hari) karena penyakit yang mendahuluinya sebagai factor pencetus terjadinya dermatitis eksfoliatifa dan mekanisme terjadinya belum diketaui.
D. Manifestasi Klinik
Drmatitis Kontak
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
Dermatitis Eksfoliatifa
Erupsi dermatitis eksfoliatifa umumnya diawali dengan demam dan mengigil dan gejala ini akan selalu berulang setiap kali penyakit menghebat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh psoriasis didapati eritema yang tidak merata yaitu berupa lekukan miliar, tetapi tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomosis untuk psoriasis. Pada kasus yang disebabkan oleh limfoma sering disertai malaise dan berbagai gejala konstitusional. Kulit akan teraba hangat dan kaku yang disertai kerontokan rambut dan distrofi kuku yang akan menebal karena adanya keratosis sub ungula sehingga ujung kuku akan meninggi (elevated nail). Pada orang-orang kulit berwarna umumnya akan segera terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.
E. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : Antihistamin, Kortikosteroid, Siklosporin, Pentoksifilin
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal
5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
a. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit.
b. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
d. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari allergen
Intervensi
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung allergen
b. Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
c. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas
Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi
a. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
b. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
c. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
d. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
e. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur
Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
D. Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 2000
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Kamis, 26 Agustus 2010
A. Definisi
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
b. Dermatitis Eksfoliatifa
Dermatitis eksfoliatifa disebut juga eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan eritema seluruh tubuh disertai skuama.
B. Etiologi
a. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic
b. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
c. Dermatitis Eksfoliatifa
Belum diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya keadaan reaktif tersebut. Penyakit yang sering mendasarinya adalah :
1. Penyakit kulit yang mengawali :
1. Psoriasis
2. Dermatitis atopic
3. Dermatitis Seboroik
4. Dermatitis Rubra Pilaris
5. Pityriasis rubra pilaris
6. Dermatitis ikhtiosiformis
7. Pemfigus folenceus
8. Likhen planus
2. Dermatitis kontak
3. Erupsi obat
4. Limfoma, leukemia, keganasan internal
5. Idiopatik
C. Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Dermatitis Eksfoliatifa
Terjadi proses keratinisasi lebih cepat dari waktu normal (28 hari) karena penyakit yang mendahuluinya sebagai factor pencetus terjadinya dermatitis eksfoliatifa dan mekanisme terjadinya belum diketaui.
D. Manifestasi Klinik
Drmatitis Kontak
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
Dermatitis Eksfoliatifa
Erupsi dermatitis eksfoliatifa umumnya diawali dengan demam dan mengigil dan gejala ini akan selalu berulang setiap kali penyakit menghebat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh psoriasis didapati eritema yang tidak merata yaitu berupa lekukan miliar, tetapi tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomosis untuk psoriasis. Pada kasus yang disebabkan oleh limfoma sering disertai malaise dan berbagai gejala konstitusional. Kulit akan teraba hangat dan kaku yang disertai kerontokan rambut dan distrofi kuku yang akan menebal karena adanya keratosis sub ungula sehingga ujung kuku akan meninggi (elevated nail). Pada orang-orang kulit berwarna umumnya akan segera terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.
E. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : Antihistamin, Kortikosteroid, Siklosporin, Pentoksifilin
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal
5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
a. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit.
b. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
d. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari allergen
Intervensi
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung allergen
b. Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
c. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas
Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi
a. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
b. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
c. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
d. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
e. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur
Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
D. Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 2000
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
a. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
b. Dermatitis Eksfoliatifa
Dermatitis eksfoliatifa disebut juga eritroderma yaitu merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan eritema seluruh tubuh disertai skuama.
B. Etiologi
a. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic
b. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
c. Dermatitis Eksfoliatifa
Belum diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya keadaan reaktif tersebut. Penyakit yang sering mendasarinya adalah :
1. Penyakit kulit yang mengawali :
1. Psoriasis
2. Dermatitis atopic
3. Dermatitis Seboroik
4. Dermatitis Rubra Pilaris
5. Pityriasis rubra pilaris
6. Dermatitis ikhtiosiformis
7. Pemfigus folenceus
8. Likhen planus
2. Dermatitis kontak
3. Erupsi obat
4. Limfoma, leukemia, keganasan internal
5. Idiopatik
C. Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Dermatitis Eksfoliatifa
Terjadi proses keratinisasi lebih cepat dari waktu normal (28 hari) karena penyakit yang mendahuluinya sebagai factor pencetus terjadinya dermatitis eksfoliatifa dan mekanisme terjadinya belum diketaui.
D. Manifestasi Klinik
Drmatitis Kontak
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.
Dermatitis Eksfoliatifa
Erupsi dermatitis eksfoliatifa umumnya diawali dengan demam dan mengigil dan gejala ini akan selalu berulang setiap kali penyakit menghebat. Pada kasus-kasus yang disebabkan oleh psoriasis didapati eritema yang tidak merata yaitu berupa lekukan miliar, tetapi tanda ini hanya menyokong dan tidak patognomosis untuk psoriasis. Pada kasus yang disebabkan oleh limfoma sering disertai malaise dan berbagai gejala konstitusional. Kulit akan teraba hangat dan kaku yang disertai kerontokan rambut dan distrofi kuku yang akan menebal karena adanya keratosis sub ungula sehingga ujung kuku akan meninggi (elevated nail). Pada orang-orang kulit berwarna umumnya akan segera terjadi hiperpigmentasi paska inflamasi.
E. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : Antihistamin, Kortikosteroid, Siklosporin, Pentoksifilin
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4. Rasa gatal
5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
a. Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit.
b. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
d. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar allergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari allergen
Intervensi
a. Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung allergen
b. Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
c. Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas
Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi
a. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
b. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
c. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
d. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
e. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur
Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan
Intervensi :
a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
D. Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 2000
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
DANGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
A.PENGERTIAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).
Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B.ETIOLOGI
Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
C.FATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D.MANIFESTASI KLINIS
Demam tinggi 5-7 hari. Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi. Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati. Sakit kepala.Pembengkakan sekitar mata. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
E.KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
Derajat IV : Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Minum banyak 1,5 liter – 2 liter/24 jam (dengan air teh, gula, susu). Antipiretik jika terdapat demam. antikonvulsan jika terdapat kejang. Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.
BAB III
TINJAUAN ASKEP
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1.Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2.Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3.Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4.Riwayat penyakit,terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5.Riwayat penyakit keluarga,
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6.Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7.Riwayat Tumbuh Kembang
8.Pengkajian Per Sistem
•Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
•Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
•Sistem Cardiovaskuler
Pada garde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
•Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
•Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
•Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2.Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3.Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4.Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5.Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
6.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
7.Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a.DP 1 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria :
-Suhu tubuh antara 36 – 37
-Nyeri otot hilang
Intervensi :
a.Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b.Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c.Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d.Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e.Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f.Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
b.DP 2 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria :
- Input dan output seimbang
- Vital sign dalam batas normal
- Tidak ada tanda presyok
- Akral hangat
- Capilarry refill < 2 detik
Intervensi :
a.Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b.Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c.Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d.Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e.Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
c. DP 3 : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria :
-Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
b.Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok.
c.Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahaN
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d.Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e.Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
d.DP 4 : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria :
-Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
-Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a.Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b.Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d.Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e.Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f.Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
e.DP 5 : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria :
-TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
-Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
a.Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b.Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
c.Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan
d.Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e.Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
f.DP 6 : Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria :
-klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
-tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
a.Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
b.Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
c.Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
d.Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
e.Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
f.Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
g.Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
h.Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
g.DP 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
Tujuan : orang tua mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria :
-melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
-memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi:
a.Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentan penyakitnya.
b.Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondiinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.Anjurkan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota keluarga yang sakit. Lakukan/demonstrasikan teknik perawatan diri dan lingkungan klien.
Rasional : perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
e.Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.EVALUASI
1.Suhu tubuh normal
2.Tidak terjadi devisit voume cairan
3.Tidak terjadi syok hipovolemik
4.Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5.Tidak terjadi perdarahan
6.Ansietas berkurang/terkontrol
7.orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika : Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan
Keperawatan pada Anak. Sagung Seto : Jakarta
T
A.PENGERTIAN
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001).
Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
B.ETIOLOGI
Gigitan nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue (sejenis arbovirus).
C.FATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
D.MANIFESTASI KLINIS
Demam tinggi 5-7 hari. Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi. Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati. Sakit kepala.Pembengkakan sekitar mata. Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
E.KLASIFIKASI
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II : Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III : Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit (120 mmHg), tekanan darah menurun, (120/80 , 120/100 , 120/110, 90/70, 80/70, 80/0, 0/0)
Derajat IV : Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Minum banyak 1,5 liter – 2 liter/24 jam (dengan air teh, gula, susu). Antipiretik jika terdapat demam. antikonvulsan jika terdapat kejang. Pemberian cairan melalui infus, dilakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.
BAB III
TINJAUAN ASKEP
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1.Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2.Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan menurun.
3.Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4.Riwayat penyakit,terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5.Riwayat penyakit keluarga,
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6.Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
7.Riwayat Tumbuh Kembang
8.Pengkajian Per Sistem
•Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi, krakles.
•Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada grade IV dapat trjadi DSS
•Sistem Cardiovaskuler
Pada garde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif, trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi, nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
•Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada epigastrik, pembesarn limpa, pembesaran hati, abdomen teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat menelan, dapat hematemesis, melena.
•Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.
•Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat terjadi perdarahan spontan pada kulit.
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
2.Resiko defisit cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
3.Resiko syok hypovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
4.Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5.Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni).
6.Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi anak.
7.Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
C.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a.DP 1 : Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria :
-Suhu tubuh antara 36 – 37
-Nyeri otot hilang
Intervensi :
a.Kaji suhu tubuh pasien
Rasional : mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
b.Beri kompres air hangat
Rasional : mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.
c.Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
d.Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e.Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f.Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
b.DP 2 : Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi defisit voume cairan
Kriteria :
- Input dan output seimbang
- Vital sign dalam batas normal
- Tidak ada tanda presyok
- Akral hangat
- Capilarry refill < 2 detik
Intervensi :
a.Awasi vital sign tiap 3 jam/sesuai indikasi
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b.Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c.Observasi intake dan output. Catat warna urine / konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d.Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e.Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya hipovolemic syok.
c. DP 3 : Resiko Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria :
-Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a.Monitor keadaan umum pasien
Rasional ; Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
b.Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok.
c.Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahaN
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d.Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e.Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
d.DP 4 : Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria :
-Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
-Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a.Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
b.Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan)
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d.Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e.Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f.Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
e.DP 5 : Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan darah (trombositopeni)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteria :
-TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat
-Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat.
Intervensi :
a.Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
b.Anjurkan pasien untuk banyak istirahat ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.
c.Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti : hematemesis, melena, epistaksis.
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan
d.Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
e.Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
f.DP 6 : Kecemasan orangtua berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria :
-klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
-tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi :
a.Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : memudahkan intervensi.
b.Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
Rasional : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
c.Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
d.Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
e.Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
f.Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
g.Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
h.Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
g.DP 7 : Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat informasi.
Tujuan : orang tua mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria :
-melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
-memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi:
a.Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentan penyakitnya.
b.Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyakitnya dan kondiinya sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c.Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.Anjurkan keluarga untuk memperhatikan perawatan diri dan lingkungan bagi anggota keluarga yang sakit. Lakukan/demonstrasikan teknik perawatan diri dan lingkungan klien.
Rasional : perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan nyaman/rileks klien sakit.
e.Minta klien/keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.EVALUASI
1.Suhu tubuh normal
2.Tidak terjadi devisit voume cairan
3.Tidak terjadi syok hipovolemik
4.Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
5.Tidak terjadi perdarahan
6.Ansietas berkurang/terkontrol
7.orang tua memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba Medika : Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
Suriadi & Yuliani, Rita. 2001. Buku Pegangan Praktek Klinik : Asuhan
Keperawatan pada Anak. Sagung Seto : Jakarta
T
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.Rumusan Masalah
1.Mengetahui konsep dasar medik Leukimia
2.Mengetahui konsep dasar Askep Leukimia
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LEUKEMIA
A.PENGERTIAN
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1.Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV)
2.Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya
3.Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4.Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5.Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6.Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.
C.JENIS LEUKEMIA
1.Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2.Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun.Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3.Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
4.Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
D.TANDA DAN GEJALA
1.Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2.Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3.Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin.
4.Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas
5.Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia
6.Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7.Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8.Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas
9.Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10.Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
E.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2.Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3.Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4.Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5.SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
6.PTT : memanjang
7.LDH : mungkin meningkat
8.Asam urat serum : mungkin meningkat
9.Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10.Copper serum : meningkat
11.Zink serum : menurun
12.Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
F.PENATALAKSANAAN
1.Pelaksanaan kemoterapi
2.Irradiasi cranial
3.Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a.Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b.Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c.Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
G.PENGKAJIAN
1.Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2.Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot)
3.Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
4.Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6.Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
H.DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a.Normotermia
b.Hasil kultur negative
c.Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a.Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b.Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c.Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d.Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e.Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f.Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g.Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h.Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i.Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
j.Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k.Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l.Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
m.Kolaborasi :
-Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
-Kaji ulang seri foto dada.
Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
-Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
-Berikan diet rendah bakteri misal makanan dimasak, diproses
2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a.Volume cairan adekuat
b.Mukosa lembab
c.Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d.Nadi teraba
e.Haluaran urin 30 ml/jam
f.Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a.Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan.Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b.Timbang berat badan tiap hari
c.Awasi TD dan frekuensi jantung
d.Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e.Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f.Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
g.Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h.Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i.Berikan diet halus.
j.Kolaborasi :
-Berikan cairan IV sesuai indikasi
-Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
-Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
-Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
-Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.
3.Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a.Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b.Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c.Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi :
a.Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)
b.Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c.Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d.Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal.
e.Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f.Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g.Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
h.Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
i.Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j.Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k.Kolaborasi :
-Awasi kadar asam urat
-Berika obat sesuai indikasi : analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfon)
-Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju metabolic
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a.Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b.Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
c.Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal
Intervensi :
a.Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun
b.Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri, pengunaan kursi untuk madi
c.Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi
d.Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
5.Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a.TD 90/60mmHg
b.Nadi 100 x/mnit
c.Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d.Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
e.Hb 14-18 gr
Intervensi :
a.Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
b.Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c.Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan
d.Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
e.Gunakan jarum ukuran kecil
f.Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan.
g.Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma
h.Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
6.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder adanya destruksi SDM
Tujuan : perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a.Masukan dan haluaran seimbang
b.Haluaran urin 30 ml/jam
c.Kapileri refill < 2 detik
d.Tanda vital stabil
e.Nadi perifer kuat terpalpasi
f.Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a.Awasi tanda vital
b.Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c.Catat perubahan tingkat kesadaran
d.Pertahankan masukan cairan adekuat
e.Evaluasi terjadinya edema
f.Kolaborasi :
- Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
Berikan cairan hipoosmolar
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna olehnya itu kami sangat mengharapkan kritikan atau saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan dalam pembuata makalah slanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.Jakarta : EGC; 2001.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih.Ed. 5.Jakarta : EGC; 1998
Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3.Jakarta : EGC; 1999
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.Jakarta : EGC; 1994
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul asuhan keperawatan leukimia.
Penyelesaian makalah ini menjadi salah satu syarat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak I. Oleh karena itu, penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca tenteng beberapa hal yang dibahas dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Asnidar, sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua dan kerabat yang telah memberikan masukan , semangat serta dukungan termasuk dukungan finansialnya dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Teman sekelompok yang menjadi donator dalam penyelesaian makalah ini
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat termasuk menambah ilmu pengetahuan kita.Amin
Bulukumba, 17 Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian 2
B. Etiologi 2
C. Jenis Leukimia 3
D. Tanda dan Gejala 4
E. Pemeriksaan Penunjang 5
F. Penatalaksanaan 5
G. Pengkajian 6
H. Diagnosa dan Intervensi 7
BAB III PENUTUP 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
TUGAS KEPERAWATAN ANAK I
ASKEP LEUKIMIA
OLEH
KELOMPOK 2
ADINDA DM
ANDI DARMI
MIFTAHUL JANNAH
ASHALIS MUIN
RISNAWATI
SYAHRAENI SYIHAB
ZAMHARIDHA
AKADEMI KEPERAWATAN BULUKUMBA
2010
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.Rumusan Masalah
1.Mengetahui konsep dasar medik Leukimia
2.Mengetahui konsep dasar Askep Leukimia
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LEUKEMIA
A.PENGERTIAN
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1.Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-lymphoma virus/HTLV)
2.Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya
3.Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4.Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5.Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6.Kelainan kromosom : Sindrom Bloom’s, trisomi 21 (Sindrom Down’s), Trisomi G (Sindrom Klinefelter’s), Sindrom fanconi’s, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia.
C.JENIS LEUKEMIA
1.Leukemia Mielogenus Akut
AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2.Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun.Manifestasi mirip dengan gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
3.Luekemia Limfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
4.Leukemia Limfositik Kronis
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.
D.TANDA DAN GEJALA
1.Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.
2.Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat.
3.Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan haluaran urin.
4.Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang, ansietas
5.Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan disfagia
6.Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia, aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7.Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8.Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan bunyi nafas
9.Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam, infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10.Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.
E.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2.Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3.Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4.Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5.SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immature
6.PTT : memanjang
7.LDH : mungkin meningkat
8.Asam urat serum : mungkin meningkat
9.Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10.Copper serum : meningkat
11.Zink serum : menurun
12.Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
F.PENATALAKSANAAN
1.Pelaksanaan kemoterapi
2.Irradiasi cranial
3.Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a.Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase.Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b.Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c.Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
G.PENGKAJIAN
1.Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
2.Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot)
3.Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
4.Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau hiotam tanpa pus
5.Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
6.Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi di sekkitar rektal dan nyeri.
H.DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.Resiko tinggi infeksi berhubungn dengan menururnnya sistem pertahanan tubuh sekunder gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit immatur, imunosupresi, peneknan sumsum tulang.
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a.Normotermia
b.Hasil kultur negative
c.Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
a.Tempatkan pada ruangan yang khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
b.Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung
c.Awsi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardia, hipotensi, perubahan mental samar.
d.Cegah menggigil : tingkatkan cairan, berikan mandi kompres
e.Dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk.
f.Auskultsi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronkhi; inspeksi sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningktatan sputum atau sputum kental, urine bau busuk dengan berkemih tiba-tiba atau rasa terbakar.
g.Inspeksi kulit unutk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka. Besihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h.Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat gigi halus.
i.Tingkatkan kebersihan perianal. Berikan rendam duduk menggunakan betadine atau Hibiclens bila diindiksikan.
j.Berikan periode istirahat tanpa gangguan
k.Dorong peningkatan masukan makanan tinggi protein dan cairan.
l.Hindari prosedur invasif (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin.
m.Kolaborasi :
-Awasi pemeriksaan laboratorium misal : hitung darah lerngkap, apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur gram/sensitivitas.
-Kaji ulang seri foto dada.
Berikan obat sesuai indikasi contoh antibiotik.
-Hindari antipiretik yang mengandung aspirin.
-Berikan diet rendah bakteri misal makanan dimasak, diproses
2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan : muntah, perdarahan,diare ; penurunan pemasukan cairan : mual,anoreksia ; peningkatan kebutuhan cairan : demam, hipermetabolik
Tujuan : volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a.Volume cairan adekuat
b.Mukosa lembab
c.Tanda vital stabil : TD 90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, RR 20 x/mnt
d.Nadi teraba
e.Haluaran urin 30 ml/jam
f.Kapileri refill < 2 detik
Intervensi :
a.Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan cairan dan keseimbangna cairan.Perhatikan penurunan urin, ukur berat jenis dan pH urin.
b.Timbang berat badan tiap hari
c.Awasi TD dan frekuensi jantung
d.Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa.
e.Beri masukan cairan 3-4 L/hari
f.Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis; perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses dan urin; perdarahan lanjut dari sisi tusukan invsif.
g.Implementasikan tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan.
h.Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i.Berikan diet halus.
j.Kolaborasi :
-Berikan cairan IV sesuai indikasi
-Awasi pemeriksaan laboratorium : trombosit, Hb/Ht, pembekuan.
-Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan.
-Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri subklavikula, tunneld, port implan)
-Berikan obat sesuai indikasi : Ondansetron, allopurinol, kalium asetat atau asetat, natrium biukarbonat, pelunak feses.
3.Nyeri berhubungan dengan agen fisikal seperti pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang yang dikemas dengan sel leukemia; agen kimia pengobatan antileukemik
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil :
a.Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b.Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
c.Tampak rileks dan mampu istirahat
Intervensi :
a.Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-10)
b.Awasi tanda vital, perhatikan petunjuk non-verbal misal tegangan otot, gelisah.
c.Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d.Tempatkan pada posis nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal.
e.Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak lembut.
f.Berikan tindakan kenyamanan ( pijatan, kompres dingin dan dukungan psikologis)
g.Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan pasien sendiri
h.Evaluasi dan dukung mekanisme koping pasien.
i.Dorong menggunakan teknik menajemen nyeri contoh latihan relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j.Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k.Kolaborasi :
-Awasi kadar asam urat
-Berika obat sesuai indikasi : analgesik (asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfon)
-Agen antiansietas (diazepam, lorazepam)
4.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, peningkatan laju metabolic
Tujuan : pasien mampu mentoleransi aktivitas
Kriteria hasil :
a.Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
b.Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
c.Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi, pernafasan dan TD dalam batas normal
Intervensi :
a.Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.berikan lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa ganggaun
b.Implementasikan teknik penghematan energi, contoh lebih baik duduk daripada berdiri, pengunaan kursi untuk madi
c.Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelum makan dan berikan antiemetik sesuai indikasi
d.Kolaborasi : berikan oksigen tambahan
5.Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan : pasien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil :
a.TD 90/60mmHg
b.Nadi 100 x/mnit
c.Ekskresi dan sekresi negtif terhadap darah
d.Ht 40-54% (laki-laki), 37-47% ( permpuan)
e.Hb 14-18 gr
Intervensi :
a.Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ ml, resiko terjadi perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan
b.Minta pasien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah dari gusi
c.Inspeksi kulit, mulut, hidung urin, feses, muntahan dan tempat tusukan IV terhadap perdarahan
d.Pantau TV interval sering dan waspadai tanda perdarahan.
e.Gunakan jarum ukuran kecil
f.Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan kompres dingin dan tekan perlahan.
g.Beri bantalan tempat tidur untuk cegh trauma
h.Anjurkan pada pasien untuk menggunakan sikat gigi halus atau pencukur listrik.
6.Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan terhentinya aliran darah sekunder adanya destruksi SDM
Tujuan : perfusi adekuat
Kriteria hasil :
a.Masukan dan haluaran seimbang
b.Haluaran urin 30 ml/jam
c.Kapileri refill < 2 detik
d.Tanda vital stabil
e.Nadi perifer kuat terpalpasi
f.Kulit hangat dan tidak ada sianosis
Intervensi :
a.Awasi tanda vital
b.Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, kelambatan pengisian kapiler
c.Catat perubahan tingkat kesadaran
d.Pertahankan masukan cairan adekuat
e.Evaluasi terjadinya edema
f.Kolaborasi :
- Awasi pemeriksaan laboratorium ; GDA, AST/ALT, CPK, BUN
Elektrolit serum, berikan pengganti sesuai indikasi
Berikan cairan hipoosmolar
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi ssel darah putih dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.Juga terjadi proliferasi di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
B.Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna olehnya itu kami sangat mengharapkan kritikan atau saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan dalam pembuata makalah slanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.Jakarta : EGC; 2001.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih.Ed. 5.Jakarta : EGC; 1998
Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed. 3.Jakarta : EGC; 1999
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.Jakarta : EGC; 1994
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul asuhan keperawatan leukimia.
Penyelesaian makalah ini menjadi salah satu syarat untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Keperawatan Anak I. Oleh karena itu, penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca tenteng beberapa hal yang dibahas dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak dapat selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Asnidar, sebagai dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua dan kerabat yang telah memberikan masukan , semangat serta dukungan termasuk dukungan finansialnya dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Teman sekelompok yang menjadi donator dalam penyelesaian makalah ini
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat termasuk menambah ilmu pengetahuan kita.Amin
Bulukumba, 17 Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian 2
B. Etiologi 2
C. Jenis Leukimia 3
D. Tanda dan Gejala 4
E. Pemeriksaan Penunjang 5
F. Penatalaksanaan 5
G. Pengkajian 6
H. Diagnosa dan Intervensi 7
BAB III PENUTUP 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 15
TUGAS KEPERAWATAN ANAK I
ASKEP LEUKIMIA
OLEH
KELOMPOK 2
ADINDA DM
ANDI DARMI
MIFTAHUL JANNAH
ASHALIS MUIN
RISNAWATI
SYAHRAENI SYIHAB
ZAMHARIDHA
AKADEMI KEPERAWATAN BULUKUMBA
2010
Minggu, 06 Juni 2010
Everything is changing
Perubahan adalah sesuatu yang pasti. Tak ada yg berubah didunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Kehidupan mengalami perubahan seiring dengan berjalannya sang waktu> Lihat sj kehidupan kita, bayi lahir, tumbuh, menjadi seorang anak yg lugu dan berkembang menjadi seorang dewasa kemudian tua, hidup dan mati.
Mereka yang ingin bertahan harus memahami dan memperhatikan manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah kemampuan individu dlm mengelola atw menjalankan kerjanya pd kondisi yg berbeda-beda serta mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan sumber daya yg dimiliki sebaik-baiknya. Stewart (1999) mengatakan, perubahan harus dilakukan disebabkan adanya penurunan keuntungan, financial, meningkatnya kompetensi, hilangnya sesuatu, resesi di berbagai bidang, perkembangan tekhnologi dan penurunan kualitas SDM.
Perhatikan perkembangan yg ada dalam kehidupan kita saat ini. Tekhnologi telah berubah, Einstein mengatakan bahwa setiap tekhnologi baru akan menimbulkan masalah baru yang hanya bisa diatasi oleh tekhnologi yang levelnya lebih tinggi. Entah anda sepakat atau tdk oleh pemikiran Einstein ini, tetapi yg terpenting adalah inovasi tiada henti seperti jargonya Suzuki. Lihatlah jaringan internet. Dulu ditahun 1955 isunya bahwa internet cuma surat menyurat yang murah keseluruh dunia, lalu chatting, tahun 1996-1998 jadi sarana perjuangan bawah tanah untuk politik. Tahn 1999 permainan mulai terbuka dan lebih ramai, baik digunakan oleh mereka yg serius ataupun hanya iseng. Seperti sy juga. Ditahun 2000 isunya telah bergeser ke e-commerce. Apa yg dijual? No limits tak terbatas. Dari jarum hingga pesawat tempur, dari penemuan ilmiah hingga rahasia perusahaan, Daging ayam sampai dengan organ manusia.Excellent!
Mereka yang ingin bertahan harus memahami dan memperhatikan manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah kemampuan individu dlm mengelola atw menjalankan kerjanya pd kondisi yg berbeda-beda serta mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan sumber daya yg dimiliki sebaik-baiknya. Stewart (1999) mengatakan, perubahan harus dilakukan disebabkan adanya penurunan keuntungan, financial, meningkatnya kompetensi, hilangnya sesuatu, resesi di berbagai bidang, perkembangan tekhnologi dan penurunan kualitas SDM.
Perhatikan perkembangan yg ada dalam kehidupan kita saat ini. Tekhnologi telah berubah, Einstein mengatakan bahwa setiap tekhnologi baru akan menimbulkan masalah baru yang hanya bisa diatasi oleh tekhnologi yang levelnya lebih tinggi. Entah anda sepakat atau tdk oleh pemikiran Einstein ini, tetapi yg terpenting adalah inovasi tiada henti seperti jargonya Suzuki. Lihatlah jaringan internet. Dulu ditahun 1955 isunya bahwa internet cuma surat menyurat yang murah keseluruh dunia, lalu chatting, tahun 1996-1998 jadi sarana perjuangan bawah tanah untuk politik. Tahn 1999 permainan mulai terbuka dan lebih ramai, baik digunakan oleh mereka yg serius ataupun hanya iseng. Seperti sy juga. Ditahun 2000 isunya telah bergeser ke e-commerce. Apa yg dijual? No limits tak terbatas. Dari jarum hingga pesawat tempur, dari penemuan ilmiah hingga rahasia perusahaan, Daging ayam sampai dengan organ manusia.Excellent!
Langganan:
Postingan (Atom)