Powered By Blogger

Minggu, 05 September 2010

Fashion >>> Mix ‘n Match ala Rhydha, try Now!

Apa itu mix ‘n match ?

Mix ‘n match itu atau padu padan bisa diartikan sebagai proses menggabungkan beberapa model pakaian menjadi satu kesatuan hingga menciptakan gaya baru. Mix ‘n match dilakukan untuk mencegah atau menghindari rasa bosan dengan gaya atau model pakaian yang itu-itu saja. Mix ‘n match juga merupakan cara smart buat yang ingin tampil beda, fresh, fashionable, dan mejadi trend setter tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Tak perlu membeli barang barang baru, tinggal memadukan koleksi yang ada dilemari dan Gaya trendi pun bisa diwujudkan. Try Now !

1.Tubuh Tinggi Besar (TTB)

Do :
-Agar terlihat ramping, kenakan warna gelap seperti gaun hitam lurus berpotongan sederhana. Pakaian bermotif juga boleh dipakai asalkan memilih motif yang kecil-kecil sehingga badan tidak nampak lebih besar. Kenakan bahan yang tidak lentur dan tidak mengilat.
-Warna pilihan oke untuk si tubuh besar adalah warna yang gelap atau natural seperti krem, kecoklatan dan denim, serta warna-warna hijau yang solid seperti ungu tua, atau hijau tua.
-Ingin menyamarkan tubuh besar ?
Kenakan shirt dress ( Gaun dengan kerah model kemeja) selutut atau baju dengan keras sabrina

Saya adalah cewek dengan postur yang seperti ini tapi kata teman dengan bokong yang sedikit besar, saya tidak tahu pasti itu sebuah pujian atau bahkan sebuah ledekan ( Lost )... Dengan tubuh seperti ini saya lebih sering menggunakan shirt dress selutut tapi dipadukan dengan jeans dan itu terlihat pas ditubuh saya. Dan dengan bokong yang lebih besar, perhatian bisa dialihkan ke bagian atas tubuh, dengan menggunakan atasan berwarna cerah dan bawahan berwarna gelap. Yah saya lebih suka mengenakan bawahan dengan warna hitam namun tidak terlalu ketat, Bawahan yang tidak terlalu ketat juga berguna untuk menyamarkan lingkar paha yang besar. Celana model boot-leg bisa mengimbangi pinggul yang lebar. Pilih bahan chiffon atau denim ringan untuk bawahan agar volume pinggul tidak nampak makin besar.

Don’t :
-Jangan sekali-kali mengenakan pakaian berbahan stretch dan mengilat, kalau nggak mau terlihat dua kali lebih besar. Sebaliknya jangan mengenakan pakaian dengan ukuran terlalu kecil.
-Dengan bokong besar, untuk menghindari tatapan mata-mata nakal, lupakan model ketat dengan banyak detail pada bokong, hindari pula celana yang berdetail ploi/lipit diperut, saku samping, garis potongan pada pinggul, jeans ketat atau berpotongan loose, celana model pensil ( tapi kebanyakan celana saya bermodel pensil namun untuk membuatnya lebih pas dengan tubuh saya bagian bawahnya sedikit dibuat longgar, namun untuk tampil perfect don’t do it ! ), slim legging, atau bawahan dengan aksen seperti belt, kerut dipinggang, saku, dll.

2.Tubuh mungil

Do :
-Beri kesan panjang pada si kaki mungil. Masukkan baju kedalam celana atau kenakan celana panjang ramping yang jatuh pas dipaha dan bokong. Celana panjang model wide-leg berdetail, aksen beralur vertikal, atau jeans yang memiliki garis pinggang agak tinggii bisa jadi pilihan. Gunakan high heels dan biarkan celana jatuh diatas seepatu agar penampilan lebih sempurna.
-Untuk atasan, pakaian yang pas ditubuh dan berkerah V bisa jadi pilihan yang Oke. Kenakan tunik atau blus panjang dengan jahitan yang mengikuti lekuk tubuh. Bila ingin mengenakan gaun, pilih model lurus tanpa lengan dengan panjang sampai selutut. Warna senada atasan dan bawahan dapat memberi kesan tinggi. Baju warna-warna terang dan netral terang seperti krem dengan kerah sabrina juga adalah pilihan yang smart. Ingin mengenakan rok, pilih motif vertikal. Rok mini, celana kapri, dan skinny jeans juga boleh dicoba.
Don’t :
-Suatu kesalahan besar yang sering dikenakan oleh situbuh mungil adalah dengan mengenakan baju yang longgar dengan alasan ingin nampak lebih besar dari tubuh yg sebenarnya, Seorang sahabat dekat saya memiliki ciri seperti ini dan sangat tidak pas apabila saya melihatnya dengan tampilan baju longgarnya yang dipadukan dengan slim legging selutut, Selain itu hindari pakaian dengan motif ramai dan besar serta celana panjang berpotongan ketat. Motif dengan warna tegas dan kontras akan membuat situbuh mungil makin kecil. Jangan potong tubuh yang sudah mungil dengan atasan dan bawahan berwarna kontras.
-Buat yg suka motif print sah-sah saja dippakai asalkan coraknya tidak besar dan ramai. Kenakan motif dengan bahan yg soft dan pas ditubuh. Pakaian longgar sepertii bubble jacket lebih baik dihindari karena membuat mata memandang secara horizontal yang membuat tuubuh mungil semakin napak pendek karena seperti melar kesamping.
-Bagi penggemar belt, jangan memilih belt besar atau lebar. Sedangkan untuk bawahan, hindari celana model hipster dan detail yang berlebihan. Hindari pula rok dengan panjang persis dibawah lutut atau rok midi sampai betis.

3.Tubuh Si Kurus

Do ;
-Warna warna terang dengan motif besar bisa memberi efek lebih segar dan besar buat sikurus, Hiasan seperti ruffle, payet atau bodir juga sangat dianjurkan. Garis horizontal dan melabar sangat bagus karena memberi kesan penuh. Bila ingin mengenakan rok mini, padukan dengan knee hight boots. Untuk belt, gunakan yang besar
-Untuk si tubuh kurus tapi tinggi, untuk acara santai cukup dengan mengenakan flat shoes atau high hells 3-5 cm agar tubuh tak nampak menjuulang.

Dont’t :
-Tinggalkan pakaian ketat yang pas melekat ditubuh dan rok mini, warna-warna lembut, dan pakaian bermotif vertikal. Sikurus akan makin kurus dan tak sedap dipandang mata.

Bagaimana Dengan tubuh Gemuk?! Sepertinya saya belum tertarik memikirkannya apalagi dengan perubahan drastis dari tubuh saya yang z alami setahun belakangan ini, lemak dimana-mana...

Next,>> Boy Figure, Perut Buncit, Pear figur, Paha besar dan sileher pendek...
Thankz to Muzwir Malawat ... Ha#x
Bulimia VS Anoreksia

Apa sih Bulima itu ?

Bulimia adalah penyakit yang ditandai dengan makan secara berlebihan, kemudian memuntahkannya kembali agar berat badan tidak naik. Dibandingkan dengan penderita anoreksia yang dapat dikenali dengan mudah karena bentuk tubuhnya yang sangat kurus. Penderita bulima biasanya memiliki Berat Badan yang stabil bahkan cenderung ideal. Meski memiliki nafsu makan yang besar dan tidak terkendali, penderita bulimia berusaha menurunkan berat badannya. Entah itu dengan menggunakan obat pencahar, atau dengan memuntahkan kembali setiap makanan yang dimakannya.
Setiap kali makan, penderita bulimia akan merasa bersalah dan tertekan sehingga dengan berbagai cara berusaha mengeluarkan kembali semua yang telah dimakan..
Rasa tidak puas akan bentuk tubuh sendiri dan ketidakmampuan untuk mengontrol makanan yang masuk sering dituding sebagai penyebab utama terjadinya bulimia. Selain itu kepercayaan diri yang rendah dan ketidak mampuan seseorang untuk mengatasi stress juga disebut sebagai biang keladi bulimia. Walaupun mereka biasanya sadar punya pola makan yang tidak normal, namun mereka tidak mencoba untuk mengatasinya sendiri.

Mengenal Anoreksia...
Anoreksia adalah penyakit yang hingga hari ini sulit dimengerti dan masih jadi teka-teki bagi para pakar kesehatan. Sebagian menyebutkan bahwa anoreksia disebabkan oleh tidak berfungsinya kelenjar hipotalamus dibagian otak yang mengatur selera, keinginan untuk makan, gairah seksual dan menstruasi bagi wanita.
Kasus anoreksia dapat dimulai dengan diet ketat karena kebanyakan penderita anoreksia dulunya mengalami kelebihan berat badan. Mereka semakin terpacu untuk menurunkan berat badan karena keberhasilan pola diet terdahulu.
Ada beberapa faktor psikologis yang dapat menyebabkan seseorang menjadi penderita anoreksia. Pertama, ketidak mampuan seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi disekelilingnya, seperti putus cinta, kehilangan seseoran yang sangat disayangi seperti orang tua dan pengalaman traumatis lainnya, segala manifestasi daroi rasa bingung, kecewa atau sedih.
Penyebab berikutnya dalah krisis mengenai persepsi gambaran tubuh seseorang. Tidak semua remaja dapat menerima perubahan yang terjadi dalam tubuh mereka sebagai suatu hal yang wajar. Penderita anoreksia biasanya akan mengalami keterlambatan pertumbuhan payudara atau terlambat menstruasi sehingga wajah mereka tampak lebih muda dari usia yang sebenarnya.
Memuntahkan makanan berulang-ulang dapat menyebabkan iritasi kulit disekitar mulut akibat seringnya kontak dengan zat asam dari lambung ketika muntah, kebusukan pada email gigi, gigi berlubang dan sakit perut yang berkepanjangan. Efek lainnya ialah jantung berdebar dan dehidrasi, kerusakan ginjal dan berkurangnya sel-sel otot dalam tubuh sampai kematian yang tiba-tiba.
Penggunaan obat pencahar yang berlebihan pun bisa mengakibatkan diare hingga berdarah.Penderita bulimia bisa tergantung pada obat pencahar, sehingga mereka tidak bisa berdefekasi secara wajar tanpa bantuan obat-obatan pencuci perut.

Tahukah anda ...
•Dari seluruh jenis penyakit yang ada, anoreksia dan bulima menempati urutan penyebab kematian tertinggi
•Meskipun anoreksia dan bulimia biasanya terjadi pada masa remaja, gejala-gejalanya dapat timbul pada wanita dan pria di segala umur
•Sepertiga dari penderita anoreksia dan bulimia pernah mengalami pelecehan seksual sebelumnya dan memiliki kepercayaan diri yang sangat rendah
•Penderita anoreksia dan bulimia mengisi hari-harinya dengan terus menerus sibuk memikirkan makanan.


By >>> Rhydha,
Thankz to Opium MGz ...

Kamis, 26 Agustus 2010

ASKEP ALZHEIMER
BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apa itu Alzheimer ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengertian Alzheimer ?
Mengetahui etiologi Alzheimer ?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)

c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :

a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis

e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.


V. Pemeriksaan penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi>2
 Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
 Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya

6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.

VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan
emosi stabil
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat

2.Diagnosa keperawatan
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:
a. Degenerasi neuron irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
 Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
 Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran

Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada

Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien Panggil pasien dengan namanya
Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan dapat meningkatkan gangguan neuron
Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
Nama merupaka bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
Meningkatkan kemungkinan pemahaman

3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran
 Berikan sentuhan dalam cara perhatian  Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Berikan makanan Karena aktivitas fisik dan mental yang lamakecil pada sore hari mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur
Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk

5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian

Rencana Keperawatan

Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan

Kolaborasi
Rujuk konsultasikan Identifikasi kebutuhan untuk menbantu memformulasikandengan ahli gizi perencanaan pendidikan secara individual
Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu
Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih
 Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian
Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai

6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan

Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, Memberikan informasimetamacil,gliserin supositoria sesuai indikasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi
Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan

Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari
 Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur

7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi

Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi

Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
 Berikan waktu yang cukup untuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang terdekat Metode alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)
Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta, perasaan diterima, dan ekspresi seksual
Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain
Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti membuka pakaian
Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam melakukan aktifitas/agresi seksual



8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
 Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi rumah
 Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu
Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan social
Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental
Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi





Evaluasi

1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima
















ASKEP ALZHEIMER
BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apa itu Alzheimer ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengertian Alzheimer ?
Mengetahui etiologi Alzheimer ?

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)

c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :

a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis

e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.


V. Pemeriksaan penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi>2
 Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
 Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya

6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.

VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan
emosi stabil
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat

2.Diagnosa keperawatan
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:
a. Degenerasi neuron irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
 Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
 Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran

Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada

Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien Panggil pasien dengan namanya
Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan dapat meningkatkan gangguan neuron
Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
Nama merupaka bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
Meningkatkan kemungkinan pemahaman

3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran
 Berikan sentuhan dalam cara perhatian  Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Berikan makanan Karena aktivitas fisik dan mental yang lamakecil pada sore hari mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur
Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk

5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian

Rencana Keperawatan

Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan

Kolaborasi
Rujuk konsultasikan Identifikasi kebutuhan untuk menbantu memformulasikandengan ahli gizi perencanaan pendidikan secara individual
Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu
Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih
 Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian
Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai

6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan

Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, Memberikan informasimetamacil,gliserin supositoria sesuai indikasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi
Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan

Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari
 Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur

7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi

Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi

Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
 Berikan waktu yang cukup untuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang terdekat Metode alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)
Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta, perasaan diterima, dan ekspresi seksual
Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain
Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti membuka pakaian
Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam melakukan aktifitas/agresi seksual



8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
 Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi rumah
 Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu
Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan social
Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental
Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi





Evaluasi

1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima






ASKEP ALZHEIMER
BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque dan degenerasi neurofibrillary.
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang social ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi dengan seorang neurology karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukan munculnya penyakit degeneratife otak, tumor, multiple stroke, subdural hematoma atau penyakit depresi yang merupakan penyebab utama demensia.
Isilah demensia digunakan untuk menggambarkan sindrom klinis dengan gejala menurunnya daya ingat dan hilangnya fungsi intelek lainnya. Defenisi demensia menurut unit Neurobehavior pada boston veterans Administration Medikal Center (BVAMC) adalah kelainan fungsi intelek yang didapat dan bersifat menetap, dengan adanya gangguan paling sedikit 3 dari 5 komponen fungsi luhur yaitu gangguan bahasa, memori, visuospasial, emosi dan kognisi.
Penyebab pertama penderita demensia adalah penyakit alzeimer (50-60) dan kedua oleh cerebrovaskuler (20). Diperkirakan penderita demensia terutama penderita Alzheimer pada abad terakhir ini semakin meningkat jumlah kasusnya sehingga akan mungkin menjadi epidemic seperti di Amerika dengan insiden demensia 187 populisi /100.000/tahun dan penderita alzeimer 123/100.000/tahun serta penyebab kematian keempat atau kelima

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui apa itu Alzheimer ?
2. Tujuan khusus
Mengetahui pengertian Alzheimer ?
Mengetahui etiologi Alzheimer ?

























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFENISI
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, Juga merupakan penyakit dengan gangguandegenarif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Hal tersebut berkaitan dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di Negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga bertambah.

II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

III. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari
Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik
Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan menuduh pasangannya tidaj setia lagi/selingkuh.

b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan dan mandi
Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi
Mengalami gangguan tidur
Keluyuran
Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui.)

c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan
Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah mengamuk

IV. PATOGENESIS
1. Faktor Genetik
Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6 kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50 adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada Alzheimer.

2. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain:
a) Manifestasi klinik yang sama
b) Tidak adanya respon imun yang spesifik
c) Adanyan plak amyloid pada susunan saraf pusat
d) Timbulnya gejala mioklonus
e) Adanya gambaran spongioform

3. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain, aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan faktor immunitas.

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

6. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer mempunyai peranan yang sangat penting seperti :

a) Asetikolin
Barties et al (1982) mengadakan penelitian terhadap aktivitas spesifik neurotransmitter dengan cara biopsy sterotaktik dan otopsi jaringan otak pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan aktivitas kolinasetil transferase, asetikolinesterase dan transport kolin serta penurunan biosintesa asetilkolin. Adanya deficit presinaptik kolinergik ini bersifat simetris pada korteks frontalis, temporalis superior, nucleus basalis, hipokampus. Kelainan neurotransmitter asetilkolin merupakan kelainan yang selalu ada dibandingkan jenis neurotransmitter lainnya pada penyakit Alzheimer, dimana pada jaringan otak/biopsy selalu didapatkan kehilangan cholinergic marker. Pada penelitian dengan pemberian scopolamine pada orang normal, akan menyebabkan berkurang atau hilangnya daya ingat. Hal ini sangat mendukung hipotesa kolinergik sebagai patogenesa penyakit Alzheimer.

b) Noradrenalin
Kadar metabolism norepinefrin dan dopamine didapatkan menurun pada jaringan otak penderita Alzheimer. Hilangnya neuron bagian dorsal lokus seruleus yang merupakan tempat yang utama noradrenalin pada korteks serebri, berkolerasi dengan deficit kortikal noradrenergik.
Bowen et al (1988), melaporkan hasil biopsi dan otopsi jaringan otak penderita Alzheimer menunjukan adanya defesit noradrenalin pada presinaptik neokorteks. Palmer et al (1987),Reinikanen (1988), melaporkan konsentrasi noradrenalin menurun baik pada post dan ante-mortem penderita Alzheimer.

c) Dopamine
Sparks et al (1988), melakukan pengukuran terhadap aktivitas neurotransmitter region hypothalamus, dimana tidak adanya gangguan perubahan akivitas dopamine pada penderita Alzheimer. Hasil ini masih controversial, kemungkinan disebabkan karena histopatologi region hypothalamus setia penelitian bebeda-beda.

d) Serotonin
Didapatkan penurunan kadar serotonin dan hasil metabolisme 5 hidroxi-indolacetil acil pada biopsy korteks serebri penderita Alzheimer. Penurunan juga didapat pada subregio hipotalamus sangat bervariasi, pengurangan maksimal pada anterior hipotalamus sedangkan pada posterior peraventrikuler hipotalamus berkurang sangat minimal. Perubahan kortikal serotonergik ini beghubungan dengan hilangnya neuron-neuron dan diisi oleh formasi NFT pada nucleus rephe dorsalis

e) MAO (manoamin oksidase)
Enzim mitokondria MAO akan mengoksidasi transmitter monoamine. Akivitas normal MAO A untuk deaminasi serotonin, norepinefrin, dan sebagian kecil dopamine, sedangakan MAO-B untuk deaminasi terutama dopamine. Pada penderita Alzheimer, didapatkan peningkatan MAO A pada hipotalamus dan frontalis sedangakan MAO-B pada daerah temporal dan menurun pada nucleus basalis dari meynert.


V. Pemeriksaan penunjang
1.Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab. (CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :
1.Verbal fluency animal category
2.Modifikasi boston naming test
3.Mini mental state
4.Word list recall
5.Construction praxis
6.Word list memory
7.Word list recognition
Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada control
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii. Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5.PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6.SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin
7.Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

VI.Kriteria Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria untuk diagnosis klinis penyakit alzhemer yaitu :
1.Kriteria diagnosis tersangka penyakit Alzheimer terdiri dari :
Demensia ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan status mini mental atau beberapa pemeriksaan serupa, serta dikonfirmasikan dengan test neuropsikologik
Didapatkan gangguan defisit fungsi kognisi>2
 Tidak ada gangguan tingkat kesadaran
Awitan antara umur 40-90 tahun, atau sering > 65 tahun
Tidak ada kelainan sistematik atau penyakit otak lainnya

2. Diagnosis tersangka penyakit Alzheimer ditunjang oleh:
Perburukan (gangguan berbahasa)
ADL terganggu dan perubahan pola tingkah laku
Adanya riwayat keluarga, khususnya kalau dikonfirmasikan dengan neuropatologi
Pada gambaran EEG memberiakan gambaran normal atau perubahan non spesifik seperti peningkatan aktivitas gelomabang lambat
Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan atropu serebri

3.Gambaran lain tersangka diagnosis penyakit Alzheimer setelah dikeluarkan penyebab demensia lainnya terdiri dari :
Gejala yang berhubungan dengan depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, halusinasi, emosi, kelainan seksual, berat badan menurun
Kelainan neurologi lain pada beberapa pasien, khususnya penyakit pada stadium lanjut dan termasuk tanda-tanda motorik seperti peningkatan tonus otot,mioklonus atau gangguan berjalan
Terdapat bangkitan pada stadium lanjut
4.Gambaran diagnosis tersangka penyakit Alzheimer yang tidak jelas terdiri dari :
Awitan mendadak
 Diketemukan gejala neurologic fokal seperti hemiparase, hipestesia, defisit lapangan pandang dan gangguan koordinasi
Terdapat bangkitan atau gangguan berjalan pada saat awitan
5. Diagnosis klinis kemungkinan penyakit Alzheimer adalah :
Sindroma demensia, tidak ada gejala neurologic lain, gejala psikiatrik atau kelainan sistemik yang menyebabkan demensia
Adanya kelainan sistemik sekunder atau kelainan otak yang menyebabkan demensia, defisit kognisi berat secara gradual progresif yang diidentifikasi tidak ada penyebab lainnya

6.Kriteria diagnosis pasti penyakit Alzheimer adalah gabungan dari criteria klinik tersangka penyakit Alzheimer dan didapatkan gambaran histopatologi dari biopsy atau otopsi.

VII.PENATALAKSANAAN
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan
1.Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer .
2.Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6.Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Adapun pengkalian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
Aktifitas istirahat
Gejala : merasa leleh
Tanda : siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan
Pola tidur Letargi dan gangguan keterampilan motorik.
Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik.hipertensi,episode emboli
Integritas ego
Gejala : curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kehilangan multiple.
Tanda : menyembunyikan ketidakmampuan, duduk dan
menonton yang
lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk
benda tidak bergerak dan
emosi stabil
Eliminasi
Gejala : Dorongan berkemih
Tanda : Inkontinensia urine/feaces
Makanan/cairan
Gejala : Riwayat episode hipoglikemia, perubahan
dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan.
Tanda : kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan.dan tampak semakin kurus.
Higene
Gejala : Perlu bantuan tergantung orang lain
Tanda : kebiasaan personal yang kurang, lupa untuk pergi kekamar mandi dan kurangberminat pada waktu makan
Neurosensori
Gejala : Peningkatan terhadap gejala yang ada terutama
perubahan kognitif,
kehilangan sensasi propriosepsi dan adanya
riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik serta aktifitas kejang.
Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius,
trauma kecelakaan
Tanda : Ekimosis laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
Integritas social
Gejala : Mersa kehilangan kekuatan
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat

2.Diagnosa keperawatan
1. Resiako terhadap trauma berhubungan dengan:
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang
2. Perubahan proses piker berhubungan dengan:
a. Degenerasi neuron irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tidur
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih dari kebutuhan
berhubungan dengan :
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa, kemunduran hobi dan penyambunyian
6. perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan
7. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubung dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorientasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control perilaku
c. kurang keinginan /penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi
8. Koping keluarga tidak efektif berhubungen dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yangdicintanya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan :
a. Ketidakmampuan mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
b. Disorientasi, bingung, gangguan dalam pengambilan keputusan
c. Kelemahan, otot-otot yang tidak terkordinasi, adanya aktifitas kejang

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat gangguan kemampuan kompetensi munculnya tingkah laku yang impulsive dan penurunan persepsi visual. Bantu orang terdekat untuk mengidentifikasi resiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
 Hilangkan/minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan
Alihkan perhatian klien ketika prilaku teragitasi atau bahaya seperti keluar dari tempat tidur dengan memanjat pagar tempat tidur tersebut Penurunan persepsi visual meningkatkan resiko terjatuh. Mengidentifikasi resiko potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya.
Seorang dengan gangguan kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap kemampuan keamanan yang dasar atau mengevaluasi keadaan tertentu.
 Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan prilaku/meningkatkan resiko terjadinya trauma
2.Perubahan proses piker berhubungan dengan :
a. Degenerasi neuro irreversible
b. Kehilangan Memori
c. Konflik psikologis
d. Deprivasi tiduran

Intervensi Rasionalisasi
Kaji tingkat gangguan kognitif seperti perubahan orientasiterhadap orang, tempat dan waktu, rentang, perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai perubahan tingkah laku yang biasa /lamanya masalah yang telah ada

Pertahankan lingkungan yang tenang menyenangkan
Tatap wajah ketika berbicara dengan pasien Panggil pasien dengan namanya
Gunakan suara yang agak rendah dan berbicara perlahan pada pasien Memberikan dasar untuk evaluasi/perbandingan yang akan dating dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi
Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang berlebihan dan dapat meningkatkan gangguan neuron
Menimbulkan perhatian, terutama pada orang-orang dengan gangguan perceptual
Nama merupaka bentuk identitas diri dan menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu
Meningkatkan kemungkinan pemahaman

3.Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan :
a. Perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori
b. Keterbatasan berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Intervensi Rasionalisasi
Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi individu yang termasuk didalamnya adalah penurunan penglihatan/pendengaran
 Berikan sentuhan dalam cara perhatian  Karena keterlibatan otak biasanya global, yaitu dalam persentasi kecil mungkin memperlihatkan masalah yang bersifat asimetri yang menyebabkan pasien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuhnya
Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri
Mengkomunikasikan kenyamanan melalui berbagai cara
4. Perubahan pola tidur berhubungan dengan :
a. Perubahan pada sensori
b. Tekanan psikologik
c. Perubahan pada pola aktivitas
intervensi Rasionalisasi
Berikan kesempatan untuk istirahat/tidur sejenak, anjurkan latihan saat siang hari, turunkan aktivitas fisik/mental pada sore hari
Hindari penggunaan pengikatan secara terus menerus
Berikan makanan Karena aktivitas fisik dan mental yang lamakecil pada sore hari mengakibatkan kelelahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktifitas yang terprogram tanpa stimulus yang berlebihan dapat meningkatkan waktu tidur
Resiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu tidur
Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk

5. Resiko terhadap perubahan pola nutrisi kurang/lebih kebutuhan berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Kerusakan penilaian dan koordinasi
c. Agitasi
d. Mudah lupa,kemunduran hobi dan penyembunyian

Rencana Keperawatan

Intervensi Rasional
Kaji pengetahuan pasien/orang terdekat mengenai
Tentukan jumlah latihan/langkah yang pasien lakukan
Usahakan untuk memberikan makanan kecil setiap kira-kira satu jam sesuai kebutuhan
Berikan waktu yang leluasa untuk makan

Kolaborasi
Rujuk konsultasikan Identifikasi kebutuhan untuk menbantu memformulasikandengan ahli gizi perencanaan pendidikan secara individual
Masukan nutrisi mungkin perlu untuk memenuhi kebutuhan yang mendekati berhubungan dengan kecukupan kalori secara individu
Makanan dalam jumlah yang besar mungkin terlalu banyak untuk pasien yang mengakibatkan kesulitan dalam menelan. Makanan kecil bisa meningkatkan masukan yang sesuai. Pembatasan jumlah makanan yang diupayakan hanya sekali waktu pemberian akan menurun kebingungan pasien mengenai makanan mana yang dipilih
 Pendekatan yang santai membantu pencernaan makanan dan menurunkan kemungkinan untuk marah yang dicetuskan oleh keramaian
Bantuan mungkin diperlukan untuk menggembangkan kesembangan diet secara individu untuk menemukan kebutuhan pasien/makanan yang disukai

6.Perubahan pola eliminasi konstipasi/inkontinensia berhubungan dengan :
a. Kehilangan fungsi neurologis/tonus otot
b. Ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
c. Perubahan diet atau pemasukan makanan

Intervensi Rasional
Kaji pola yang sebelumnya dan bandingkan dengan yang sekarang
Letakan tempat tidur dengan kamar mandi jika memungkinkan buatkan tanda tertentu dipintu berkode khusus. Berikan cahaya yang cukup tertentu malam hari
Buat program latihan defikasi/kandung kemih. Tingkatkan partisipasi pasien sesuai tingkat kemampuannya
Anjurkan menu adekuat selama siang hari,diet tinggi serat dari sari buah. Batasi minum saat menjelang malam dan waktu tidur
Kolaborasi
Berikan obat pelembab feces, Memberikan informasimetamacil,gliserin supositoria sesuai indikasi mengenai perubahan yang mungkin selanjutnyamemerlukan pengkajian/intervensi
Meningkatkan orientasi/penemuan kamar mandi. Inkontinensia mungkin disertai ketidakmampuan untuk menemukan tempat berkemih
Menstimulasi kesadaran pasien, meningkatkan pengaturan fungsi tubuh dan membantu menghindari kecelakaan

Menurunkan resiko konstipasi/dehidrasi.Pembatasan minum pada sore menjelang malam dapat menurunkan seringnya berkemih/inkontinensia pada malam hari
 Mungkin diperlukan untuk memfasilitasi/menstimulasi deteksi yang teratur

7.Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan :
a. Kacau mental, pelupa dan disorintasi pada tempat atau orang
b. Perubahan fungsi tubuh, penurunan dalam kebiasaan/control prilaku
c. Kurang keinginan/penolakan seksual oleh orang terdekat
d. Kurang privasi

Intervensi Rasional
Kaji kebutuhan/ kemampuan pasien secara individu
Anjurkan pasangan untuk memperlihatkan penerimaan/perhatiannya
Berikan jaminan terhadap privasi

Gunakan distraksi sesuai dengan kebutuhan. Ingatkan pasien bahwa ini merupakan tempat umum(tempat masyarakat banyak) dan tingkah laku yang dilakukan sekarang tidak dapat diterima
 Berikan waktu yang cukup untuk menjelaskan/mendiskusikan perhatian dari orang terdekat Metode alternative perlu diciptakan pada keadaan tertentu untuk memfasilitasi kebutuhan akan intimasi(keinginan untuk melakukan hubungan seksual)
Seseorang dengan gangguan kognitif biasanya kebutuhan dasarnya pada efektif, rasa cinta, perasaan diterima, dan ekspresi seksual
Tingkah laku ekspresi seksual mungkin berbeda. Privasi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan keinginan seksualnya tanpa hambatan dari orang lain
Merupakan satu alat yang paling bermanfaat ketika tingkah laku yang tidak sesuai, Seperti membuka pakaian
Mungkin memerlukan informasikan dan atau konseling mengenai alternatif tertentu dalam melakukan aktifitas/agresi seksual



8.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan :
a. Tingkah laku pasien yang tidak menentu/terganggu
b. Keluarga berduka karena ketidak berdayaan menjaga orang yang dicintainya
c. Hubungan keluarga sangat ambivalen

Intervensi Rasional
Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan pasien dirumah
Buat prioritas
Realitas dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan yang ada
Bicarakan semua kontinu kemampuan keluarga dalam merawat pasien dirumah
Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan kecemasannya
Diskusikan kemungkinan adanya isolasi. Berikan penguatan terhadap kebutuhan terhadap system dukungan
Kolaborasi
 Rujuk pada sumber-sumber penyokong setempat seperti perawatan lansia pada siang hari, pelayanan dirumah, berhubungan dengan asosiasi penyakit Dapat memudahkan beban terhadap penangganan dan adaptasi rumah
 Membantu membuat satu pesan tertentu dan memfasilitasi pemecahan masalah
Menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru seperti individu tersebut dapat menemukan kembali tingkat kemampuan pada masa lalu setelah penggunaan obat tertentu
Tingkah laku yang terhalang, tuntutan perawatan tinggi dan seterusna dapat menimbulkan keluarga akan menarik diri dari pergaulan social
Orang terdekat memerlukan dukungan yang dihadapi akan meningkatkan selama mengatasi penyakit untuk memudahkan proses adaptasi
Kepercayaan bahwa individu dapat menemukan semua kebutuhan pasien meningkatkan resiko penyakit fisik/mental
Koping dengan individu seperti ini adalah tugas perlu waktu dan membuat frustasi





Evaluasi

1. Tidak mengalami trauma, keluarga mampu mengenali risiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasikan tahap-tahap untuk memperbaikinya
2. Mampu mengenali perubahan dalam berpikir/tingkah laku dan faktor-faktor penyebab jika memungkinkan
3. Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkatkan/sesuai dengan stimulasi
4. Mendapatkan diet nutrisi yang seimbang dan mampu mempertahankan kembali berat badan yang sesuai
5. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang
6. Mampu menciptakan pola eliminasi yang adekuat
7. Mampu mengidentifikasi/mengungkapkan dalam diri mereka sendiri untuk mengatasi keadaan
8. Memenuhi kebutuhan seksualitas dalam cara yang dapat diterima